Cerpen Pribadi Yang Berjudul Panggung Adli
Salam Hangat dan Hormat
Kepada Pembaca dan Pengunjung Sekalian
Berikut ini arsip lama penulis. Silahkan dibaca dan dihayati...
Selamat Membaca Cerpen yang berjudul
Panggung Adli
Tahun berganti tahun, hidup merupakan
lingkaran yang tak berujung pada manusia. Diawali kelahiran awal manusia,
dengan pemberian kelamin lelaki oleh Pencipta. Lalu, beranak pinak. Bayi yang
lucu perlahan-lahan tumbuh dan beranjak
jadi seorang pemuda. Kemudian, menjadi seorang ayah atau seorang wanita
tidak lagi menjadi perawan setelah jadi ibu. Siklus terus berputar seperti
bumi yang mengelilingi matahari. Seorang
pemuda duduk menghentikan perjalanannya pada stasiun hening. Kabut hitam
menutupi pikirannya seperti atap rumah yang menutupi keindahan malam. Hisapan rokok pemuda itu mengepul di ruang
sempit sesak untuk berfikir, asapnya membentuk lukisan absurd perasaan pemuda
itu. sebuah ruang di kosan teman karena pemuda itu menyandang predikat
mahasiswa.
Ruangan tersebut seperti tempat
persemedian untuk mendapatkan petunjuk arah langkah pemuda itu selanjutnya.
Waktu terhenti. ketika hidup tak lagi dipenuhi kebebasan. ketika sesal bukan
kunci jawaban pertanyaan tentang hidup. Tanggung jawab mulia terkadang menjadi
beban pemuda itu, terkadang jadi mainan keberanian pria atau keteledoran
manusia. ia telah menjadi seorang ayah. Pemuda itu seperti panglima perang yang
terus mengibaskan pedangnya kesana kemari tanpa jelas sasaranya. Bukan juga,
seorang anak kemarin sore yang selalu mengenadahkan tangannya, bila
mengharapkan sesuatu. Dengan hisapan panjang rokoknya ia memulai membuat alur
masalah demi pembahasan nyata pribadinya.
“kemarin aku memancing, tapi yang
kudapat seekor ikan. Mempunyai dua mata tapi, beratnya tak sampai dua gram. Apa
ini yang harus kuberi untuk keluargaku”.
Lamunannya panjang menatap ikan itu,
matanya nanar berharap sesuatu yang lebih baik. Tapi, apa yang harus ia lakukan.
Seketika hujan turun membasahi tempat ia berdiri. Bukan, karena kesombongan
ikan tersebut ia kembalikan ke rawa yang dipenuhi tumbuhan air. Suara petir dan
kilat seolah mengejek pemuda itu. Seakan memfoto kegagalannya dalam berusaha.
Peristiwa yang dialaminya itu membuat nya kian kusut, lusuh tidak tergosok
strika nasehat. Pemuda itu seperti sedang menulis garis hidupnya. Permainan nya
adalah apabila tulisannya tidak indah dia ambil kertas pikirannya, ia tulis
lagi. Ia buang lagi ketika salah.terus menerus seperti merangkai cita-cita
fiksinya dangan tinta kecewa.
“aku harus melakukan sesuatu,
kubunuh saja rasa malu ku. Tapi, aku tidak ingin jadi lelaki pecundang” gumamnya
bibirnya
terus bergerak, seakan mencibir kelakuannya yang masih menikmati racun
nikotin yang akan membunuhnya perlahan
dalam ketenangan berbalut cemas. Kini posisinya, menggambarkan kekalutannya
akan menghadapi hidup yang dirundung berbagai masalah.
“tantangan,aku mampu”
ujarnya dengan muka sayu karena dua
hari ia merindu anak dan istrinya. Ia memandang keatas langit-langit ruangan
yang tampak hanya baling-baling kipas. Memberinya angin sesaat. Tetapi, pemuda
itu hanya mendongakkan kepalanya sambil duduk membungkuk. Tangannya
mengusap-usap dagu yang sedikit ditumbuhi bulu. Padahal, ia seorang muslim
seharusnya ia tertunduk malu dan tangannya yang mendongak meminta kemudahan
atas kesulitan karena kecerobohannya tidak mengamati jarum jam yang terus
berputar.
“Dua
minggu yang lalu aku mencontreng di TPS sekitar rumah orang tuaku. Aku berharap
pemimpin yang kupilih itu memenuhi janjinya. Keep your promise! Oke”
Pemuda itu tersenyum, harapan besar ia
gantungkan pada surat suara yang berbunyi coretan. Apakah coretannya bersuara?
Ia lalu membayangkan iklan politik yang ia saksikan di televise, ia dengar di
radio dan tulisan-tulisan pada spanduk saat kampanye berlangsung. Samar-samar
suara itu terngiang di telinganya.
“Akan
saya lanjutkan perjuangan kami, suara anda adalah kepercayaan kami untuk
melakukan kebijakan yang akan menjadikan Indonesia lebih baik”
ucapan
pemimpin bangsa, ucapan penguasa, ucapan kepala daerah atau semua janji yang
terekam di telinganya merupakan kebohongan ketika Ia tidak dapat pekerjaan,
tidak bisa mendapatkan layanan kesehatan kalau-kalau ia sakit atau membiayai
anaknya sekolah nanti.
Kecemasan
itu muncul lagi. Malam terasa lama telah membuatnya seperti cetakan patung,
menjadi fosil, menjadi wartawan yang hidupnya dengan lontaran pertanyaan.
“apa
yang bisa kamu lakukan?”
“apa
yang bisa kamu perbuat!”
“Apa...apa”
kryptonite
masalah membuat superman ini kehilangan kekuatannya. Dua jam berlalu.
Pandangannya pun tak bisa menggambarkan semangat yang mengucur deras terbuang
seperti tanggul jebol karena tak mendapatkan perawatan.
“coba dua bulan yang lalu aku telah
menyelesaikan kuliahku. Pasti aku sudah jadi”
“coba aku jangan seperti ini,tidak
seperti itu, aku harus nya begini bukan begitu, kok jadi seperti ini, mengapa
aku ini, inilah aku… coba aku jangan seperti ini, tidak seperti itu, aku harus
nya begini bukan begitu,kok jadi seperti ini, mengapa aku ini, inilah aku.
Memangnya aku ini kenapa? Aku ini…”
Sekejap kata-katanya terputus
mendengar tangisan balita di rumah tetangga. Pemuda itu menarik nafas panjang.
Seolah ia telah memenangkan perang yang berkecamuk di hati dan pikirannya. Ia
isi ulang semangat yang tercecer di lantai penyesalan, ia pungut kembali
harapan, ia suarakan doa dengan kepala tertunduk. Satu tetes air mata nya jatuh
dan hatinya berteriak. otaknya berorasi.
“ini adalah panggung adli. Ayah tak
kan biarkan, lambungmu kosong dan tawamu hilang. Aku berjanji…istriku…anakku
adli…ayah…ibu.”
pemuda
itu perlahan-lahan membaringkan tubuhnya ke lantai porselen putih karena tak
kuasa menahan letih yang menggelayutinya. Dengan, janji berupa gumam mulutnya
berbisik pada sunyinya malam. Adli nama
anak pemuda itu yang dalam bahasa arab berarti “keadilan-KU” terus mengiringi
tidur seorang pemuda, Ayah, Suami dan anak yang merupakan satu bagian kecil…
dalam panggung kehidupan!
Inderalaya, April 2009
Post a Comment for "Cerpen Pribadi Yang Berjudul Panggung Adli"
Berkomentarlah Sesuai dengan Artikel di atas. Jangan berkomentar yang mengandung SPAM, SARA, dan Pornografi.