Puisi Wajah Tembok Sebagai Instrospeksi Diri
Puisi Wajah Tembok
Salam
hangat dan hormat
Selamat
datang di web sederhana ini. Kembali ingin penulis bagikan sebuah puisi tentang
fenomena kehidupan di zaman millenial ini. Memasuki era kecanggihan teknologi. Kebutuhan
manusia saat ini meningkat. Beragam cara dilakukakan untuk memenuhi kebutuhan
tersebut.
Ya...semuanya bisa dilakukan bahkan dengan cara mengorbankan orang
lain “Wajah Tembok” sebuah ungkapan yang lazim kita dengan untuk istilah orang
yang tidak punya rasa malu. Penulis tujukan ke diri sendiri terlebih dahulu
dengan segala kerendahan hati tanpa bermaksud menuju ke orang lain. Tembok
adalah sebuah kata yang bermakna pembatas kuat dan kokoh sedangkan wajah
berarti penampilan bagian depan kepala kita/tampilan yang kita punya sebagai
identitas diri.
Mari
anda baca puisi di bawah ini.
Puisi Wajah Tembok Oleh Halley Kawistoro |
Wajah
Tembok
Oleh
Halley Kawistoro
Menatap
dengan datar
Berujar
dengan santai
Lalu
pergi tanpa malu, tanpa beban pikir.
Bertindak
demi diri
Melangkah
untuk naik
Berlari
menginjak
Kepada
siapa saja yang di bawah yang bisa dipijak untuk naik sendiri.
Makan
secara lahap
Minum
tanpa berhenti
Seakan
tidak perduli ada yang di kanan dan kiri
Menunjukkan
tampilan terbaik lalu memberi luka sakit.
Diantara
tanda tanda itu kadang ku becermin diri
Ada
tembok yang menahan jalan
Ada
tembok yang bernada lembut
Ada
tembok yang mendengar keluh
Ada
tembok yang tertawa saat ada perih.
Tembok
itu berupa wajah ku sendiri yang sering kutemui selintas tak pasti.
Wajah
tembok itu biasa dijumpai
Pada
saat berdasi
Pada
saat menaiki kendaraan janji-janji yang tidak pernah ditepati
Pada
saat meraih yang bukan miliknya
Lalu
berkata “ini semua milikku”
Wajah
tembok itu mungkin saja diriku
Yang
selalu bertanya mana punyaku
Yang
selalu meminta mana janjimu
Yang
selalu berteriak tunggu giliranku
Lalu
aku akan berkata “mari kita bermain-main”
Hidup
adalah permainan
Saat
kita mengubah diri menjadi wajah seperti Tembok
Yang
datar dan tidak perduli dengan sekeliling
Tidak
mendengar saat dipanggil maling
Lalu
esok menyesal disertai rasa pusing
Semua
itu karena wajah kita telah menggores bekas luka
Di
setiap tembok-tembok bernama orang lain yang telah kita kenal.
04
desember 2018.
Puisi
di atas hanya ungkapan rasa yang penulis persembahkan sebagai bentuk instrospeksi
diri. Kehidupan bukan kita yang mengatur. Ada Tuhan yang mengatur. Maka kita
jalani dengan segala kesabaran dan keikhlasan karena kita hidup untuk hari esok.
Bukan hidup oleh masa lalu.
Yang
lalu biarlah berlalu kita beri warna wajah tembok dengan warna pelangi untuk
kita ingatkan bahwa anda bukan hidup seorang diri. Ada kami yang juga sama bisa
saja sewaktu-waktu menghancurkan tembok itu dengan rasa malu.
Mari
kita perbaiki diri untuk tidak menjadi atau mempunyai wajah tembok. Disaat kita
tersesat, carilah jalan yang terbaik untuk pulang dan meninggalkan tanda untuk
tidak tersesat yang kedua kali.
Hormat
Saya,
Penulis/Admin
Post a Comment for "Puisi Wajah Tembok Sebagai Instrospeksi Diri"
Berkomentarlah Sesuai dengan Artikel di atas. Jangan berkomentar yang mengandung SPAM, SARA, dan Pornografi.